Saturday, August 30, 2008

Bersama Tuhan Lebih Enak

Bersama Tuhan Lebih Enak                                                                                           

Pada usia empat tahun anak laki-laki sulung saya, Nathan, tidak dapat
berbicara. Ada sekitar enam dokter spesialis THT yang menyatakan bahwa
dia
mengalami telat berbicara. Lalu saya bawa dia berobat ke Jakarta .
Setelah
dua minggu menjalani pemeriksaan, anak saya dinyatakan cacat permanen
dan
tidak ada obat atau terapi untuk membuatnya dapat berbicara. Karena
tidak
puas dengan semuanya, maka saya bawa dia berobat ke Australia , dan di
sana juga dokter menyatakan bahwa anak saya cacat permanen karena
terkena
virus anjing.

Tetapi saya ingat bahwa Tuhan yang kita sembah adalah Allah yang hidup.
Saya cuma kembalikan sepenuhnya anak saya kepada Tuhan dan berharap
untuk
mendapatkan suatu mukjizat. Sejak saat itu saya selalu berusaha ikut
berbagai KKR agar anak saya bisa mengalami kesembuhan ilahi. Dimana ada
KKR, di sana pasti ada anak saya, Nathan. Tetapi mukjizat belum juga
terjadi. Rupanya Tuhan mempunyai rencana yang lain bagi anak saya.

Pada suatu hari Tuhan menjawab pergumulan saya. Dia berkata, ?Kalau
rohanimu bertumbuh 5% saja, maka anakmu juga akan sembuh 5%, demikianlah
seterusnya.? Ketika Tuhan berbicara tentang pertumbuhan rohani, saya
bingung karena pada waktu itu saya sudah melayani Tuhan. Tetapi ternyata
di hadapan Tuhan saya ini nol karena hati dan perbuatan saya tidak
sesuai
dengan firman Tuhan. Setelah saya mengerti, saya mulai melangkah dan
memperbaiki hidup saya. Yang dulunya saya suka menonton blue film,
menipu,
berbuat jahat kepada orang lain dan banyak lagi segi kehidupan saya yang
kotor, semuanya itu saya buang.

Mukjizat terjadi pada saat anak saya berusia tujuh tahun. Dia mulai bisa
berbicara. Saat dia memanggil saya, ?Papa!?, itu bukan kebahagiaan yang
biasa saja, tetapi amat sangat luar biasa karena saya melihat dengan
sungguh-sungguh bahwa itu adalah mukjizat dari Tuhan. Menurut
perhitungan
dan pengetahuan dokter anak saya tidak akan dapat dan tidak akan pernah
dapat berbicara. Tetapi bukan demikian kata Tuhan. Karena Tuhan semakin
menunjukkan kuasa-Nya saya semakin memperbaiki hidup saya dengan
sungguh-sungguh. Dan puji Tuhan, karena karakter saya menjadi semakin
baik
dan semakin baik, maka anak saya menjadi semakin sembuh.

Pada saat dia lulus dari Sekolah Luar Biasa (SLB), saya kemudian
menyekolahkan Nathan di sekolah normal. Dia mengalami kesulitan karena
pelajaran di sekolah normal jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di
SLB.
Setiap kali menghadapi ulangan harian, dia kedodoran. Bisa mendapatkan
nilai 3 saja kami sudah sangat bangga. Tetapi pada suatu ketika saat dia
mau menghadapi ulangan umum dia menanyakan apa yang harus dia lakukan
dan
saya bilang, ?Tuhan Yesus pasti tolong kamu. Tuhan Yesus pasti tolong
kamu. Tuhan Yesus pasti tolong kamu. Sekarang tugasmu adalah belajar
sebisamu.? Pada pagi harinya saat saya antar ke sekolah dia meminta saya
menumpangkan tangan, berdoa baginya dan saya juga meminta dia untuk
berdoa
dahulu sebelum mengerjakan soal-soal.

Pada saat dia menghadapi ulangan umum, saya berpuasa untuknya.. Ketika
pulang sekolah dia menceritakan bahwa sesungguhnya dia tidak mampu
mengerjakan soal-soal ulangan, tetapi malaikat Tuhan menolong dia.
Tangannya terus menulis jawaban dan dia tidak bisa menghentikannya. Dia
rasakan bahwa Tuhan telah menjamah tangannya. Ternyata benar apa yang
dia
katakan. Dia mendapatkan ranking 2 di kelasnya. Sontak sekolahnya sempat
gempar. Bahkan Kepala Sekolah mencurigai bahwa Wali Kelasnya menjual
jawaban soal kepada anak saya, karena mereka semua tahu bahwa anak saya
tidak cerdas.

Karena kuasa Tuhanlah, anak saya dari yang tidak mampu dijadikannya
menjadi mampu. Anak saya semakin tumbuh dalam hal rohani karena dia juga
melihat mukjizat demi mukjizat terjadi dalam hidupnya. Bahkan Tuhan
angkat
dia masuk ke Universitas melalui jalur prestasi dan mendapatkan
beasiswa.

Pada suatu hari setelah dia menyelesaikan ujian SMA-nya, isteri saya
yang
menjemput dia pulang sekolah. Dalam perjalanan, dia berkata, ?I love
you,
mom!? Saya mengasihi mama dan saya sangat mencintai mama.

Sesampai di rumah dia merapikan dirinya, kemudian makan dan sempat
bergurau dengan mamanya. Sekitar jam 13.30 dia pamit untuk tidur. Dan
pada
jam 14.00 siang itu anak saya dipanggil Tuhan pulang ke rumah Bapa di
Sorga. Hal itu baru diketahui isteri saya sekitar jam 16.30 sore. Isteri
saya menemukan Nathan sudah meninggal ketika dia bermaksud
membangunkannya. Dia meninggal dengan keadaan yang sangat tenang. Dapat
dilihat dari tempat tidur yang masih tertata sangat rapi.

Aku sangat terguncang, bahkan tidak tahu kemana harus kubawa hidupku
ini.
Isteriku dan anakku yang bungsu histeris. Mereka membentur-benturkan
kepala mereka ke tembok, sehingga kurangkul paksa mereka supaya mereka
tenang dan kami mulai berdoa.

Aku berkata, "Tuhan Yesus, Engkau sungguh baik, karena di saat badai
seperti ini Engkau memiliki maksud dan rencana yang indah bagi kami dan
kami percaya Engkau tidak akan meninggalkan anak-anak-Mu pada waktu
menderita."

Saat itu aku merasa ada yang aneh. Secara jujur aku tidak kuat
menghadapi
semua itu, tetapi di hatiku tidak ada sedikitpun perasaan yang
menyalahkan
Tuhan. Yang ada hanya rasa syukur. Kami bersyukur karena kasih Tuhan
yang
luar biasa itu melingkupi kami.

Saat Nathan dimasukkan ke dalam es untuk diawetkan, pada pagi hari jam 8
ada SMS masuk dari Amerika yang menyampaikan bahwa: "AKU sangat
mengasihi
anakmu." Bukan itu saja, Dia kirimkan dua orang hamba Tuhan yang tidak
kukenal dan juga mereka menyampaikan pesan yang sama: "Aku telah
mengirimkan para malaikat-Ku untuk menjemput anakmu. Sekarang anakmu
menjadi bagian dari para penyembah-Ku dan bersukacita bersama-Ku."

Aku pegang semua itu, meskipun aku tidak tahu apa maksudnya. Aku mulai
berpuasa selama 40 hari dan Tuhan menjawab melalui firman-Nya yang
terdapat di dalam Wahyu 14:2-5 yang berbunyi: "Dan aku mendengar suatu
suara dari langit bagaikan desau air bah dan bagaikan deru guruh yang
dahsyat. Dan suara yang kudengar itu seperti bunyi pemain-pemain kecapi
yang memetik kecapinya. Mereka menyanyikan suatu nyanyian baru di
hadapan
takhta dan di depan keempat makhluk dan tua-tua itu, dan tidak seorang
pun
yang dapat mempelajari nyanyian itu selain dari pada seratus empat puluh
empat ribu orang yang telah ditebus dari bumi itu. Mereka adalah
orang-orang yang tidak mencemarkan dirinya dengan perempuan-perempuan ,
karena mereka murni sama seperti perawan. Mereka adalah orang-orang yang
mengikuti Anak Domba itu ke mana saja Ia pergi. Mereka ditebus dari
antara
manusia sebagai korban-korban sulung bagi Allah dan bagi Anak Domba itu.
Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela."
Ayat-ayat itu membuatku menangis pada malam itu. Dan ayat-ayat itu terus
terngiang-ngiang di dalam pikiranku selama seminggu.
Lalu pada tanggal 21 Juni 2006 pukul 4 pagi ada dorongan roh yang kuat
agar aku berdoa. Dan aku taat. Dalam keadaan sadar 100% kurasakan rohku
keluar dari tubuhku dan Tuhan menaruh aku di suatu tempat dimana kulihat
Tuhan Yesus duduk memangku seseorang dalam kemuliaan-Nya.

Meskipun aku tidak dapat melihat dengan jelas, tetapi kurasakan damai
sejahtera dan sukacita yang luar biasa. Dan sinar kemuliaan Tuhan yang
putih bening seperti kristal itu memancar penuh kemilau. Oh, betapa
indahnya dan tak dapat kugambarkan dengan kata-kata!

Dalam sinar kemuliaan itu Dia berkata, "Waktu-Ku tidak lama." Setelah
itu
kulihat Nathan turun dari pangkuan-Nya dan berjalan tiga langkah ke
arahku. Nathan memelukku dan aku memeluknya dengan erat dan menciuminya.

Aku mengajukan tiga pertanyaan kepadanya. Pertama, apakah kamu mau hidup
lagi di dunia, Nathan? Ia menggelengkan kepalanya. Kedua, apakah kamu
sudah menjadi bagian dari tim pujian dan penyembahannya Tuhan seperti
tertulis dalam Wahyu 14:2-5? Dia menganggukkan kepalanya. Ketiga, apakah
kamu sudah bersukacita di sini? Dia kembali menganggukkan kepalanya.

Setelah itu aku berkata, "Selamat jalan, Nathan! Kita akan bertemu lagi
kelak!" Kulihat Nathan berjalan mundur dengan melambaikan tangannya
kepadaku dan menghilang.

Ketika rohku kembali, tubuhku terasa bergoncang. Bahkan sempat aku
serasa
mau rebah. Dunia ini sangat mengerikan. Bumi gelap gulita, bahkan untuk
melihat tanganku pun tidak bisa.

Setelah itu aku baru bisa menangis. Padahal waktu bertemu dengan anakku,
tidak ada rasa haru, tidak ada dukacita, tetapi yang ada hanyalah damai
sejahtera dan sukacita yang luar biasa. Dan jika waktu itu Tuhan
menawariku untuk tinggal dan tidak kembali lagi ke dunia, aku pasti mau,
karena bersama dengan Tuhan itu jauh lebih enak.

Setelah kejadian demi kejadian kualami, sekarang hubunganku dengan Tuhan
bertambah intim dan mesra. Suatu hubungan yang tak dapat diutarakan
dengan
kata-kata.

Sumber kesaksian: Handoko W & Christiani Hartono SH seperti yang dimuat
dalam Tabloid Keluarga Edisi 20